Gantungkanlah cita-citamu setinggi gunung
Gunung adalah daratan tertinggi di muka bumi, gunung menggambarkan sesuatu yang besar, yang tinggi, yang mulia, yang gagah, yang perkasa, namun memiliki suatu ukuran, suatu takaran dan suatu batas yang riil. Tingginya gunung dapat diukur, tingginya gunung dapat didaki, sejauh jarak tempuh gunung dapat kita lalui, seberat medan gunung dapat kita hadapi.
Untuk mencapai puncak gunung kita harus menempuh perjalanan yang mendaki lagi sukar. Ada yang melaluinya dengan berlari karena tergesa ingin segera sampai dipuncak, namun terhenti ditengah perjalanan karena tidak mampu menjaga ritme langkahnya dan tidak mengetahui batasan atau kekuatan dirinya. Ia berlari penuh nafsu sehingga logika dan akalnya dikesampingkan, akibatnya menyerah kalah sebelum sampai dipuncak.
Ada yang melaluinya dengan melompat, berharap dengan memasang target yang tinggi dapat segera mencapai puncak gunung. Namun tergelincir dan terjatuh karena tidak memahami jalur atau medan yang ditempuh, serta meloncat setinggi-tingginya penuh nafsu.
Ada yang melaluinya dengan cepat-cepat tanpa menghiraukan sekitar, tanpa mempedulikan kawan-kawan yang kelelahan, tanpa mempedulikan petunjuk arah ataupun jejak pendahulunya. Tanpa disadari akhirnya tersesat, sendiri tanpa arah dan tujuan. Jikapun berhasil ia berada dipuncak gunung dengan cepat, namun sendirian, dipuncak keberhasilan tanpa kawan untuk berbagi, tanpa sahabat.
Ada yang melaluinya bertahap, setapak demi setapak dengan penuh kegembiraan, bersama kawan-kawan, bersama sahabat perjuangan. Berhenti sejenak menunggu kawan yang kelelahan, memberikan semangat, motivasi, harapan, walaupun sebenarnya belum mengetahui akhir dari perjalanan. Bahu-membahu, saling mendukung, saling menolong dalam menghadapi kesulitan, rintangan, hambatan maupun tantangan. Membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai puncak gunung, puncak kesuksesan, namun berada dipuncak bersama-sama. Berbagi kebahagiaan, berbagi cerita, berbagi hasil. Menikmati indahnya pemandangan bersama, bergembira bersama, walaupun terkadang sudut pandangnya berbeda.
Begitulah hakekat sebuah perjalanan hidup manusia, ibaratkan mendaki sebuah gunung, begitu pulalah yang terjadi di kehidupan nyata. Ada sebuah pepatah karakter manusia yang sesungguhnya akan tampak disaat mendaki sebuah gunung. Ada manusia yang memiliki sifat tamak maka semua bekal yang dibawa disimpan hanya untuk dirinya sendiri bahkan mengharap bekal kawannya. Ada yang memiliki sifat individualistis, cenderung ingin menang sendiri, suaranya ingin selalu didengar, ia akan berjalan didepan sendiri tanpa mempedulikan orang lain. Ada yang memiliki sifat pemalas, ia hanya ikut-ikutan tanpa membawa bekal apapun, tanpa mau menolong apabila ada kawan yang kesusahan, selalu bergantung pada orang lain, hanya mengharap bantuan, ikut menikmati jerih payah orang lain, sok sibuk jika ada pekerjaan. Ada yang pasif, cenderung menerima keadaan, berjalan mengikuti suara terbanyak, tidak mempunyai tujuan, cenderung patuh, sulit untuk diminta pertimbangan. Ada yang berjalan dibelakang, memperhatikan kondisi kawannya apabila membutuhkan pertolongan, menguatkan kawan yang merasa lelah, yang pertama sigap apabila ada pekerjaan.
Itulah gambaran kita semua dalam menggapai sebuah angan atau cita-cita yang digantungkan setinggi gunung. Seperti apa karakter kita selama ini, itulah yang perlu kita renungkan, seberapa paham kita terhadap karakter diri sendiri akan menentukan arah dan tujuan hidup kita. Apakah kita ingin merubah karakter negatif menjadi karakter positif atau kita merasa enjoy dengan segala hal yang negatif, itu semua pilihan kita. Karena karakter seseorang tidak bisa dipaksakan berubah oleh keinginan orang lain, melainkan dorongan dari dirinya sendiri.
Selamat merenung, semoga kita mampu memahami diri kita sendiri, memahami kemampuan diri, memahami keterbatasan diri agar menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Komentar
Posting Komentar